Berbagi Praktik Baik

Model PBL (Media Canva, Croombook, Kahoot, Mentimeter) di SDN No.41 Hulonthlangi Gorontalo.

Karya Kelas V

Hasil Karya Kelas V SDN 41 Hulonthalangi Tahun 2023.

ARCA BUDDHA CHINNARA

Arca Buddha Chinnara Lantai 3 Vihara Buddha Dharma Gorontalo.

Pentas Seni "Ibuku Pahlawanku"

Pentas Seni Sekolah Minggu Buddha Guna Dharma.

Siswa Buddha 41

Siswa Agama Buddha SDN No. 41 Hulonthalangi Gorontalo Tahun Ajaran 2023/2024

Sabtu, 25 Maret 2023

Kisah Kalayakkhini

DHAMMAPADA I, 5 
 Ada seorang laki-laki perumah tangga mempunyai istri yang mandul. Karena merasa mandul dan takut diceraikan oleh suaminya, ia menganjurkan suaminya untuk menikah lagi dengan wanita lain yang dipilih olehnya sendiri. Suaminya menyetujui dan tak berapa lama kemudian istri muda itu mengandung. Ketika istri mandul itu mengetahui bahwa madunya hamil, ia menjadi tidak senang. Dikirimkannya makanan yang telah diberi racun, sehingga istri muda itu keguguran. Demikian pula pada kehamilan yang kedua. 
Pada kehamilannya yang ketiga, istri muda itu tidak memberi tahu kepada istri tua. Karena kondisi fisiknya kehamilan itu diketahui juga oleh istri tua. Berbagai cara dicoba oleh istri tua agar kendungan madunya itu gugur lagi, yang akhirnya menyebabkan istri muda itu meninggal pada saat persalinan. Sebelum meninggal, wanita malang itu dengan hati yang dipenuhi kebencian bersumpah untuk membalas dendam kepada istri tua. 
Maka permusuhan itupun dimulai. Pada kelahiran berikutnya, istri tua dan istri muda tersebut terlahir sebagai seekor ayam betina dan seekor kucing. Kemudian terlahir kembali sebagai seekor macan tutul dan seekor rusa betina, dan akhirnya terlahir sebagai seorang wanita perumah tangga di kota Savatthi dan peri yang bernama Kali. Suatu ketika sang peri (Kalayakkhini) terlihat sedang mengejar-ngejar wanita tersebut dengan bayinya. 
Ketika wanita itu mendengar bahwa Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma di Vihara Jetavana, ia berlari ke sana dan meletakkan bayinya di kaki Sang Buddha sambil memohon perlindungan. Sedangkan peri tertahan di depan pintu vihara oleh dewa penjaga vihara. Akhirnya peri diperkenankan masuk, dan kedua wanita itu diberi nasehat oleh Sang Buddha. 
Sang Buddha menceritakan asal mula permusuhan mereka pada kehidupan yang lampau, yaitu sebagai seorang istri tua dan istri muda dari seorang suami, sebagai seekor ayam betina dan seekor kucing, sebagai seekor macan tutul dan seekor rusa betina. Mereka telah dipertemukan untuk melihat bahwa kebencian hanya dapat menyebabkan kebencian yang makin berlarut-larut, tetapi kebencian akan berakhir melalui persahabatan, kasih sayang, saling pengertian, dan niat baik. 
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 5 berikut ini: 

 Kebencian tak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi. 

Kedua wanita itu akhirnya menyadari kesalahan mereka, keduanya berdamai, dan permusuhan itu berakhir. 

Sang Buddha kemudian meminta kepada wanita itu untuk menyerahkan anaknya untuk digendong peri. Takut akan keselamatan anaknya, wanita itu ragu-ragu. Tetapi, karena keyakinannya yang kuat terhadap Sang Buddha ia segera menyerahkan anaknya kepada peri. Peri menerima anak itu dengan hangat. Anak itu dicium dan dibelainya dengan penuh kasih sayang, bagaikan anaknya sendiri. Setelah puas, diangsurkan ke ibunya kembali. Demikianlah, pada akhirnya mereka berdua hidup rukun dan saling mengasihi.***

Kisah Tissa Thera

DHAMMAPADA I, 3-4 

 Tissa adalah putra kakak perempuan dari ayah Pangeran Siddhattha. Ia menjadi bhikkhu pada usia yang telah lanjut, dan suatu saat tinggal bersama-sama Sang Buddha. Walau baru beberapa tahun menjalani kebhikkhuannya, ia bertingkah laku seperti bhikkhu senior dan senang mendapat penghormatan serta pelayanan dari bhikkhu-bhikkhu yang berkunjung kepada Sang Buddha. Sebagai bhikkhu yunior, ia tidak melaksanakan semua kewajibannya, di samping itu ia juga sering bertengkar dengan bhikkhu-bhikkhu muda lainnya. 
Suatu ketika seorang bhikkhu muda menegur kelakuannya. Hal itu membuat bhikkhu Tissa sangat kecewa dan sedih, dan kemudian ia melaporkan hal itu kepada Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang mengetahui permasalahan tersebut, mengikutinya untuk memberikan keterangan yang benar kepada Sang Buddha jika dibutuhkan. 
Sang Buddha, yang telah mengetahui kelakuan bhikkhu Tissa menasehatinya agar ia mau mengubah kelakuannya, tidak memiliki pikiran membenci. Sang Buddha juga mengatakan bahwa bukan pada kehidupan kini saja bhikkhu Tissa mempunyai watak keras kepala, juga pada kehidupan sebelumnya. Bhikkhu Tissa pernah terlahir sebagai seorang pertapa yang keras kepala bernama Devala. 
Karena suatu kesalahpahaman, ia mencerca seorang pertapa suci. Meskipun raja ikut campur tangan dengan memintakan ampun kepada pertapa suci itu, Devala tetap berkeras kepala dan menolak untuk melakukannya. Hanya dengan paksaan dan tekanan dari raja, Devala barulah mau meminta ampun kepada pertapa suci itu. Pada akhir wejangannya Sang Buddha membabarkan syair 3 dan 4 berikut ini:

 "Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya". Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir. 

 "Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya". Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir.

Siswa Agama Buddha SDN No. 41 Hulonthalangi Gorontalo Tahun Ajaran 2022/2023

Kegiatan Pembiasaan Rutin Agama Buddha Minggu Pertama Baca Paritta Suci Minggu Kedua Melafalkan Dhammapada Minggu Ketiga Meditasi Minggu Keempat Kerja Bakti

Kisah Matthakundali

DHAMMAPADA I, 2 

Seorang brahmana bernama Adinnapubbaka mempunyai anak tunggal yang amat dicintai dan disayangi bernama Mattakundali. Sayang, Adinnapubbaka adalah seorang kikir dan tidak pernah memberikan sesuatu kepada orang lain. Bahkan perhiasan emas untuk anak tunggalnya dikerjakan sendiri demi menghemat upah yang harus diberikan kepada tukang emas.

        Suatu hari, anaknya jatuh sakit, tetapi tidak satu tabibpun diundang untuk mengobati anaknya. Ketika menyadari anaknya telah mendekati ajal, segera ia membawa anaknya keluar rumah dan dibaringkan di beranda, sehingga orang-orang yang berkunjung ke rumahnya tidak mengetahui keadaan itu.

        Sebagaimana biasanya, di waktu pagi sekali, Sang Buddha bermeditasi. Setalah selesai, dengan mata Ke-Buddha-an Beliau melihat ke seluruh penjuru, barangkali ada makhluk yang memerlukan pertolongan. Sang Buddha melihat Matthakundali sedang berbaring sekarat di beranda. Beliau merasa bahwa anak itu memerlukan pertolongannya.

        Setelah memakai jubahnya, Sang Buddha memasuki kota Savatthi untuk berpindapatta. Akhirnya Beliau tiba di rumah brahmana Adinnapubbaka. Beliau berdiri di depan pintu rumah dan memperhatikan Matthakundali. Rupanya Matthakundali tidak sadar sedang diperhatikan. Kemudian Sang Buddha memancarkan sinar dari tubuh-Nya, sehingga mengundang perhatian Matthakundali, brahmana muda.

        Ketika brahmana muda melihat Sang Buddha timbullah keyakinan yang kuat dalam batinnya. Setelah Sang Buddha pergi, ia meninggal dunia dengan hati yang penuh keyakinan terhadap Sang buddha dan terlahir kembali di alam surga Tavatimsa.

        Dari kediamannya di surga, Matthakundali melihat ayahnya berduka-cita atas dirinya di tempat kremasi. Ia merasa iba. Kemudian ia menampakkan dirinya sebagaimana dahulu sebelum ia meninggal, dan memberitahu ayahnya bahwa ia telah terlahir di alam surga Tavatimsa karena keyakinannya kepada Sang Buddha. Maka ia menganjurkan ayahnya mengundang dan berdana makanan kepada Sang Buddha.

        Brahmana Adinnapubbaka mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan.

        Selesai makan, ia bertanya, "Bhante, apakah seseorang dapat, atau tidak dapat, terlahir di alam surga; hanya karena berkeyakinan terhadap Buddha tanpa berdana dan tanpa melaksanakan moral (sila)?"

        Sang Buddha tersenyum mendengar pertanyaan itu. Kemudian Beliau memanggil dewa Matthakundali agar menampakkan dirinya. Matthakundali segera menampakkan diri, tubuhnya dihiasi dengan perhiasan surgawi, dan menceritakan kepada orang tua dan sanak keluarganya yang hadir, bagaimana ia dapat terlahir di alam surga Tavatimsa. Orang-orang yang memperhatikan dewa tersebut menjadi kagum, bahwa anak brahmana Adinnapubbaka mendapatkan kemuliaan hanya dengan keyakinan terhadap Sang Buddha.

        Pertemuan itu diakhiri oleh Sang Buddha dengan membabarkan syair kedua berikut ini:

Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.

        Pada akhir khotbah Dhamma itu, Matthakundali dan Adinnapubbaka langsung mencapai tingkat kesucian sotapatti. Kelak, Adinnapubbaka mendanakan hampir semua kekayaannya bagi kepentingan Dhamma.***

Kisah Cakkhupala Thera

 

DHAMMAPADA I, 1

        Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera bermaksud mengunjunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.

Minggu, 25 Desember 2022

Pentas Seni Sekolah Minggu Buddha Guna Dharma


 Penas Seni 

Pentas Seni anak-anak Sekolah Minggu Buddha Guna Dharma Vihara Buddha Dharma Gorontalo di laksanakan pada tanggal 18 Desember 2022 pukul 09.00 s/d selesai dengan tema "Ibuku Pahlawanku"


Susunan Acara

Pukul

Acara

Tokoh

Penanggung Jawab

08.00-09.00

Persiapan Acara

 

Panitia

 

Breifing Panitia

 

 

09.00-09.10

Pembukaan MC

MC Novi

 

09.10-09.15

Doa Pembukaan

Lionel Van Persie J

Yanti

09.15-09.20

Sambutan Panitia

Enci Yanti Vianie Woe

 

09.20-09.25

Tarian Buddha Sayang Aku

Raimon, titi

Nini

09.25-09.35

Menyanyi anak yang baik

Jaicy Mamangkey

Yanti

09.35-09.45

Tarian Sayang Semua

Van-van, Wira, Darriel, Richie

Lienda W

09.45-10.00

Drama "Kisah Kejujuran"

Tristan, Danzel, Meme, Winny

Waluyo

10.00-10.10

Tarian Sambut hari kathina

Nindi, Jessie, Jeslin

Nini

10.10-10.20

Puisi "Ibuku Pahlawanku"

William Langelo

Waluyo

10.20-10.30

Tarian Teratai

Mikaela, Alicia, Aurel, Carlen

Yanti

10.30-10.40

Drammer

Wilbert Langelo

Waluyo

10.40-10.50

Menyanyi  "cinta untuk Mama"

Celine

Waluyo

10.40-Selesai

Namaskara Ke Orang Tua, saat Namaskara ke Ortu Celine Menyanyi Lagu Bunda

Semua Ibu dan anak

Panitia




Kamis, 22 Desember 2022